Cerita Dewasa Berbagi Ngentot Pacar Cantik ama Teman

Cerita Dewasa Berbagi Ngentot Pacar Cantik ama Teman - Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu saat aku mempunyai seorang pacar yang sedang mengerjakan skripsi guna menyelesaikan studi S1-nya. Sebagai seorang pacar aku selalu mencoba menemaninya mengerjakan skripsi namun di sisi lain sebagai seorang karyawan aku pun harus mengutamakan pekerjaanku. Kisah ini terjadi pada 28 Juli 2004 di suatu senja di Kota Kembang Namaku Roy. Usiaku 18 tahun. Aku akan menceritakan tentang kisah kehidupanku yang kemudian mengubah pola pikirku dalam memahami cinta dan nafsu.


Cerita Dewasa Berbagi Ngentot Pacar Cantik ama Teman
"Hallo Roy.. 'Met sore" Marisa pacarku meneleponku.

O ya, sebagai gambaran, aku mempunyai pacar yang sangat cantik, wajahnya hampir mirip artis yang sering tampil di layar televisi, bodynya sexy, montok, serta ukuran BH-nya 36 B.

"Hallo juga Marisa, lagi dimana nih?"
"Aku di rumah, eh kamu ada acara nggak?"
"kalau ya kenapa dan kalau nggak kenapa"
"Eku mau minta tolong dong, ortuku kan lagi pergi ke Jakarta. Di rumah aku sendirian, aku mau garap skripsi. Mau nggak nemenin aku?"
"Kapan?"
"Setahun lagi.. Gimana sih ya sore ini dong"
"Yah kalau sore ini aku nggak bisa, aku udah janjian ama temen bisnisku untuk merancang pembuatan proposal proyek"
"Ya udah kalau nggak bisa aku minta temenin temen kampusku aja biar sekalian busa diskusi"

Aku kemudian bergegas untuk pergi dengan teman bisnisku, sebenarnya ingin sekali aku menemani Marisa, namun apa boleh buat karena aku berpikir bisnis ini kan juga untuk masa depan kami berdua, jadi nggak mungkin aku batalkan. Sementara Marisa kemudian mengajak temennya Rendi yang memang sudah kukenal untuk menemaninya mengerjakan skripsi. Rendi ini adalah sahabat Marisa, teman sekampusnya. Kalau kulihat dari tatapan matanya aku tahu betul kalau Rendi itu naksir kepada Marisa, apalagi memang Marisa orangnya sangat friendly dan cantik lagi sehingga siapapun lelaki pasti tak akan menolaknya ketika diajak menemani.

Acara dengan rekan bisnisku ternyata tidak berlangsung lama, karena ternyata ia ada saudaranya yang meninggal sehingga harus segera pergi. Di satu sisi aku girang juga karena aku segera dapat menemani kekasihku Marisa. Segera kupacu mobilku menuju ke rumahnya. Sengaja aku tidak meneleponnya karena aku akan memberi kejutan kalau aku bisa menemaninya. Terbayang wajahnya yang cantik, aku ingin memeluknya dan segera berduaan dengannya. Tiba-tiba di tengah jalan aku teringat kalau ia tadi sudah menelepon temannya Rendi. Entah mengapa tiba tiba aku jadi cemburu membayangkan mereka lagi berduaan dan bercanda ria. Padahal aku biasanya tidak merasakan ini karena aku paham betul siapa Rendi.

Pukul 20.00 tepat sampailah aku di rumah Marisa. Sayup-sayup kudengar orang tertawa-tawa dari dalam, sepertinya mereka tidak menyadari ada orang yang datang. Kuurungkan niatku untuk menekan bel, aku ingin tahu apa yang sedang mereka lakukan, sehingga aku mencoba mengintip dari jendela kaca. Kulihat mereka lagi bercanda, apalagi Rendi orangnya memang pintar melawak. Ada perasaan cemburu dalam dadaku melihat keasyikan mereka berdua. Sesekali kulihat Marisa mencubit Rendi karena saking gemasnya. Aku betul-betul tak tahan melihatnya. Langsung kubuka pintu depan rumahnya, hingga membuat mereka terkejut.

"E Roy.." Serempak mereka mengucapkan itu melihat kedatanganku.
"Katanya garap skripsi kok malah asyik berduaan gitu?" bentakku ke Marisa, karena cemburukku yang tidak terkontrol.
"Iya.. Kita kan lagi istirahat dulu" jawab Marisa sambil tergagap. Kulihat Rendi hanya diam saja mematung. Nampaknya ia tidak mau terlalu ikut campur karena "internal" kami.
"Kok nggak ada buku-bukunya?" tanyaku dengan kesal.

Tanpa menunggu jawaban kemudian aku keluar sembari membanting pintu menuju mobilku yang kuparkir di halaman. Aku sendiri tidak paham kenapa aku bisa secemburu ini padahal aku juga sudah kenal baik dengan Rendi dan aku pun paham meski pun kadang Marisa agak sedikit genit namun dia tidak mungkin melakukan hal yanhg aneh-aneh dan melebihi batas.

Aku masuk ke mobilku dan kustarter mobilku, tiba-tiba Marisa keluar dari rumah dan berteriak-teriak memanggil namaku.

"Roy.. Roy.." Ia langsung masuk ke mobillku.
"Kamu kenapa sih Roy kok nggak biasanya kamu begitu?"
"Gak usah banyak tanya, kan udah jelas kamu ini nggak tahu diri, aku lagi susah-susah untuk berusaha mengerjakan bisnis untuk masa depan kita berdua tapi kamu malah enak-enakan, bermesra-mesraan dengan Rendi"
"Kamu jangan salah paham Roy.. Kok tega kamu menganggap aku serendah itu, aku kan hanya minta tolong sama Rendi apalagi dia yang lebih paham masalah skripsi ini.. Kamu jahat Roy" Marisa mencoba menjelaskan sambil menangis.

Melihatnya menangis aku menjadi iba, teringat aku akan kebaikannya, lucunya, keceriannya, bibir seksinya.
Sejenak aku diam, kemudian kurengkuh badannya dalam pelukanku.

"Tapi kamu nggak selingkuh kan sayang?"

Marisa menggeleng, kuseka air matanya, kuelus pipinya kemudian kukecup bibirnya. Ia membalas, lidah kami saling bertautan.

"Uhh.., ogh.." ia melenguh ketika sambil kucium bibirnya tangan bergerilya ke payudaranya.
"Uhh Roy.. Aku sayang kamu" ciuman lidahnya makin panas dalam mulutku, sementara tanganku terus bergerilya pada dua buah dadanya yang montok.

Aku tahu betul kalau Marisa ini paling tidak tahan ketika dadanya di sentuh, apalagi kalau putingnya di pegang pasti langsung mengeras bagaikan tersengan listrik 3000 volt.

"Ahh.. Uh.. Roy.. Aku nggak tahan, kita lanjutin di kamar yuk.. Gak enak kalau kelihatan orang"

Wajah Marisa memerah, nampak sekali kalau ia menahan gairah yang luar biasa. Tanpa banyak bicara langsung kupapah Marisa sambil terus berangkulan menuju kamarnya. Kulihat di ruang tengah Rendi tak ada, mungkin ia sedang di belakang. Tapi kami tak ambil pusing, langsung kubawa Marisa ke kamarnya. Tanpa sempat menutup pintu sehingga agak terbuka sedikit. Kurebahkan tubuh Marisa di kasur, kuciumi bibirnya, pipinya dan tak ingun kulepaskan.

"Ohh.. Roy.. Uh.. Nikmat sekali" Marisa terus menggelinjang ketika kubuka bajunya.

Tersembul di depan mukaku dua buah gunung yang masih terbungkus kain meski tidak menutupi semuanya. Putih bersih begitu indah dan menggairahkan. Kuciumi kembali 'buah' yang masih tertutup itu.

"Uh.. Ogh.. Uh.. Ogh.."

Desahan suara Marisa semakin menggairahkan aku untuk terus memainkan payudaranya. Perlahan kubuka kait tali BH nya dari belakang, sedikit demi sedikit kutarik semua BH nya.

"Oh.."

Lenguhan Marisa semakin kencang. Sejenak kupandangi dua buah gunung yang sudah tak berkain lagi, tampak putingnya yang kecoklatan mengeras tegak seolah memanggilku untuk segera menjilatnya

"Kok dipandangi aja sih.. Cium dong".

Marisa memintaku seakan tak sabar untuk segera memintaku melumat habis putingnya. Kudekatkan perlahan kepalaku di dadanya. Kujilat-jilat kulit di sekitar putingnya sembari menggodanya untuk memberikan sensasi yang luar biasa.

"Oh.. Oh, ogh," Marisa merintih ketika lidahku tepat berada di putingnya. Kubasahi putingnya dengan ludahku.
"Aughh.. Ohh.. Ogh.." Rintihan dan lenguhannya makin keras saat kutarik putingnya dengan mulutku..
"Ohh.. Ambil semua Roy.. Ambil semua.. Aku milikmu Roy" napas Marisa semakin tak beraturan menggelinjang ke kanan ke kiri bagai cacing kepanasan.

Sementara itu akibat kelalaian kami tak menutup pintu, sepasang mata terus mengamati aktivitas yang aku dan Marisa lakukan. Di luar sepengetahuanku, Rendi ternyata mengintip perbuatan kami. Memang bukan sepenuhnya dia yang salah tapi juga karena keteledoran kami yang karena terlalu asyik tidak sempat menutup pintu.

Aku terus mencumbu Marisa, kujilat perutnya dan terus kebawah. Pelan namun pasti kubuka celana jeans Marisa, tangannya secara refleks juga ikut membantu menurunkan celananya. Terlepaslah celana jeans biru Marisa, kini yang tertinggal hanyalah celana dalam warna pink yang di dalamnya tampak gundukan hitam yang ditumbuhi rambut ynag cukup lebat.

"Oh.. Rendi.." Teriak tertahan Marisa yang makin terangsang, sambil menggigit bibir menahan gelora nafsu yang kian panas.
"CD-mu lepas sekalian yah?"
"Ehm.." Ungkap Marisa sembari menggangguk, seakan tak mampu lagi untuk mengeluarkan kata-kata.

Kini Marisa telah telanjang bulat di depanku, bodynya betul-betul menggairahkan membuat 'adik' kecilku yang masih tersimpan di celana berontak meminta untuk keluar ikut bergabung.

"Kamu lepasin juga dong pakaianmu.. Kan nggak adil kamu masih lengkap aku dah telanjang bulat gini"

Tanpa banyak bicara kulepaskan seluruh pakaianku, hingga keluarlah senjataku yang telah berdiri tegak dan bersiap menjemput mangsanya. Kutundukkan kepalaku untuk menciumi gundukan bukit kecil Marisa yang ditumbuhi hutan hitam yang lebat.

"Ohh.. Uhh.. Ugh" teriakan Marisa makin tak beraturan, apalagi saat kutemukan benda kecil bagai kacang berwarna merah dan basah. Sejenak kupandangi kemudian kembali kusapu dengan lidahku meminum sari-sari kacang itu dengan nikmatnya.
"Ah.. Roy.. Kamu pintar sekali, terusin Roy.. Terusin" sambil menggelinjang tangan Marisa mencari-cari sesuatu. Ups.. Akhirnya ia dapatkan juga kontolku yang sudah tegak.
"Oh.. Oh.." aku pun mendesah geli ketika kontolku dipegang tangan halusnya, perlahan kontolku dikocoknya.
"Uh.. Uh.." Aku semakin tak tahan merasakan sensasi yang begitu nikmat.

Tiba-tiba Marisa bergerak memutar tubuhnya hingga mulutnya persis berada di 'adik' kecilku seolah ia mau berdiskusi lebih jauh dengan 'adik'ku yang gagah. Sedangkan mulutku juga tepat berada di bukit yang di tengahnya terdapat lorong ditutup kacang. Kami bermain dengan gaya 69.

"Oh.. Uhh.. Ogh.."
"Ah.. Uh.. Slurp.. Slurp.." Bunyi gesekan mulut dan kontol serta mulut dan memek makin keras terdengar. Kami asyik dengan mainan kami masing-masing hingga berlangsung sekitar 20 menit.
"Roy.. Aku nggak tahan lagi, masukin dong kontolmu ke memekku" Rengek Marisa sambil terus berdiskusi dengan kontolku, dijilatnya kontolku hingga licin, bahkan sesekali telornya pun ia cicipi juga.
"Roy.. Please.. Cepetan donk.. Aku nggak tahan lagi.."
"He eh.." Jawabku sambil terus menikmati kacangnya..

Beberapa saat kemudian kuputar badanku pada posisi semula. Marisa mengangkangkan kakinya hingga gundukan bukit itu nampak jelas sekali. Hutannya yang hitam dan rimbun membuat pemandangan tampak begitu indah, begitu pula 'kacang basahnya' yang melambai-lambai. Wajahnya yang merah, bibirnya yang seksi menahan gairah semakin menambah kecantikannya malam ini.

"Cepetan dong Roy.." Perlahan namun pasti kugerakkan kontolku menuju memek yang lebat itu
"Ouhh.." Marisa merintih saat kepala kontolku mulai masuk kemulut memek yang sudah basah dan licin.
"Ah.. Ouh.. Ohh."
"Oh.. Oh.. Uhh.."

Desahannya dan desahanku bersahutan tatkala pelan-pelan batang kontolku masuk ke dalam memek. Sejenak kontol itu kutarik keluar kemudian kumasukkan lagi dengan sangat perlahan.

"Ahh.. Ouhh.. Nikmat sekali Roy.. Ohh"
"Aku sayang kamu Marisa"
"Aku juga Roy.. Oh nikmat sekali.. Ohh"

kontolku terus bersenam maju mundur di dalam memek Marisa. Sementara itu mulutku juga terus bergerilya di gunung kembar Marisa.

"Ahh.. Roy.. Oh.. Terus Roy.. Dalem lagi.. Ohh" Marisa terus menggelinjang ke sana ke mari, pantatnya juga terus bergoyang bagaikan Inul di atas panggung.
"Oh.. Oh.. Aku tak tahan lagi Roy.. kontolmu enak sekali, aku hampir sampai.. Terus Roy lebih keras lagi.. Ohh"
"Ahh.. Uhh.. Uh.. Aku juga hampir keluar sayang, dikeluarkan dimana? Di luar apa di dalam?"

Tiba-tiba ada sesuatu lahar panas yang akan segera muntah dari kontol kenikmatanku.

"Di dalam aja biar nikmat.. Oh.. Uh.." Cret.. Cret.. Crett.. Keluarlah lahar panas dari kontolku.
"Ohh.. Aku sampai.." Pada saat yang bersamaan Marisa juga sampai pada puncaknya.
"Uhh.. Ogh.."

Lolongan panjang kami mengakhiri pertempuran pertama yang luar biasa nikmatnya. Perlahan nafas kami teratur kembali seperti turun dari puncak kenikmatan yang sensasional.

Prakk.. Tiba-tiba terdengar suara vas bunga tersenggol, aku dan Marisa saling berpandangan, terkejut sekaligus sadar kalau Rendi masih ada di ruang tengah.

"Marisa.. Rendi kan belum pulang?"
"Belum.. Kamu sih terlalu bernafsu.."
"Habis kamu juga sih.. Terlalu menggairahkan he he.."
"Jangan-jangan dia lihat kita?"
"Biarin aja deh, kan malah lebih sensasional"
"Dasar Gabrut kamu.."
"Eh Marisa, aku punya ide"

Tiba tiba muncul dalam benakku untuk mengajak Rendi ikut serta dalam permainan kami, seolah aku sudah lupa kalau tadi sempat merasa cemburu dengan keberadaannya.

"Ide apaan?"
"Gimana kalau Rendi kita ajak sekalian main dengan kita"
"Maksudmu?"
"Kita ajak dia untuk bercinta bersama, kan lebih asyiik.. Pasti jauh lebih nikmat"
"Ah gila kamu.. Gak mau emangnya aku cewek apaan.."
"Bukan begitu, pasti lebih sensasional. Percayalah ini tidak akan mempengaruhi hubungan kita. It's just sex not love. Aku juga tetap mencintaimu"

Sejenak Marisa berpikir, mungkin ia menganggap ideku sangat gila, tapi entah kenapa tiba-tiba bulunya merinding dan tampak wajahnya bergairah, mungkin ia membayangkan permainan tersebut. Namun ia juga tidak mau kalau tampak menggebu menginginkan permainan itu karena bagaimana pun kami memang saling mencintai.

"Apa kamu serius Roy?"
"Serius" aku coba meyakinkan Marisa.
"Kamu nggak cemburu kalau aku main seks juga dengan Rendi?"
"Ya enggaklah kan aku yang minta, asalkan ada aku"
"Kamu nggak ngambek lagi kayak tadi saat liat aku hanya bercanda dengan Rendi"
"Enggak.. Percayalah.. Ini mungkin malah akan membuat hubungan kita semakin dewasa"
"Terserah kamulah" Marisa akhirnya pasrah, yang penting tak mengubah apapun pada hubungan kami, karena tiba-tiba ia pun mulai bergairah.
"Ok kalau gitu aku akan bicara ama Rendi"

Aku segera turun dari ranjang, kupakai celanaku kemudian aku keluar dari kamar. Kulihat Rendi lagi merokok di ruang tengah, dari wajahnya nampak ia sangat gelisah melihat permainan tadi, mungkin ia juga sangat terangsang tapi tak ada pelampiasan. Kaget ia ketika melihatku melangkah ke arahnya.

"Eh Roy.."
"Ric.. Sori ya perlakuanku tadi, aku agak emosi karena badanku lagi capek, pikiranku juga stress akibat kerjaan"
"Gak pa-pa kok Roy.. Aku paham, biasalah dalam setiap berhubungan, cemburu itu kan tanda sayang" ungkapnya sok bijak dan arif.
"Sori juga tadi kamu kami tinggal sendirian di ruang tengah"
"Gak pa-pa kok"
"Tapi tadi kamu lihat kan aku ngapain dengan Marisa?"
"Enggak.. Aku nggak.. Tahu.." Katanya agak gugup.
"Gak usah bohong Ric.. Aku nggak pa-pa kok, kita kan udah sama-sama dewasa, malah kalau kamu mau boleh kok kalau kamu ikutan"
"Maksudmu?"
"Iya kalau kamu mau, kamu boleh kok ikutan"
"Ikutan apaan?"
"Ikutan bermain seperti yang kamu lihat tadi"
"Apa aku nggak salah denger?
"Enggak.. Tadi aku juga udah bicarakan ama Marisa, Marisa juga setuju kok, itung-itung ini sebagai tanda maaf kami berdua, lagian kamu kan juga udah lihat semuanya"

Rendi tercenung, mungkin ia tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar, ia seolah sedang bermimpi. Tapi aku segera menyadarkannya.

"Yuk kita ke kamar.. Kasihan Marisa dah menunggu lama" kutarik tangan Rendi untuk ikut ke kamar Marisa.

Begitu masuk kamar, nampaklah Marisa sedang telentang di tempat tidur sambil diselimuti sedikit di bagian bawah perutnya. Rendi melongo melihat pemandangan yang luar biasa, paha yang putih mulus, dada yang indah membusung, pemandangan yang mungkin selama ini hanya ia bayangkan saat melakukan onani karena aku pun tahu kalau memang sudah sejak lama ia sangat tertarik dan bernafsu ketika melihat Marisa. Namun sejauh ini ia cukup tahu diri karena Marisa sudah ada yang punya. Tapi kini Rendi melihat Marisa yang betul-betul dalam posisi menantang, atas ajakanku sendiri yang merupakan pacarnya Marisa.

"Kok diem Ric, kenapa?" Sapa Marisa memecahkan kesunyian.

Kulihat sebenarnya Marisa agak gugup dipandangi seperti itu. Apalagi kini di depannya ada dua lelaki yang selama ini memang dekat dengannya yang satu sahabatnya yang satu adalah pacarnya. Atau mungkin ia juga membayangkan sebentar lagi kedua orang dekatnya itu akan menjamah tubuhnya dan memberikan kenikmatan kepadanya. Kulihat pancaran wajahnya sangat bergairah. Sedangkan aku sendiri juga tidak tahu kenapa, saat ini sama sekali tidak ada rasa cemburu sedikit pun, malah yang justru aku sangat terangsang menghadapi permainan yang akan segera kami mulai.

"Yuk Ric kita mulai pestanya" Kuajak Rendi segera mendekat ke Marisa.

Kulepas semua baju yang ada di tubuhku, juga kuminta hal yang sama dengan Rendi. Kini kami bertiga dalam keadaan yang sama-sama telanjang. Kulirik kontol Rendi yang sudah tegak, dari sisi ukuran memang tak jauh beda. Namun masing-masing punya kekhasan tersendiri. Punyanya agak melengkung sedangkan punyaku menjulang dengan kokohnya.

Aku memulai duluan dengan merundukkan kepalaku pada bagian bawah perut Marisa. Hutannya yang lebat kuciumi dengan seksama.

"Ouh.. Ouh.." Marisa merintih kenikmatan.

Rendi pun tidak mau ketinggalan, ia mengambil bagian pada wajah Marisa. Ia ciumi bibir Marisa dengan lembutnya. Bibir sensual yang selama ini hanya ada dalam bayangannya.

"Ouh.. Ogh.. Uh.." Marisa tak tahan menahan sensasi serangan bawah atas, tubuhnya menggeliat ke sana ke mari, pantatnya bergoyang bagai tampah yang sedang diputar-putar.

Sambil terus beradu bibir dengan Marisa, tangan Rendi bergerilya ke dalam payudara Marisa yang ranum.

"Ouh.. Ou.." sensasi yang Marisa rasakan makin menjadi-jadi.
"Hh.. Uh.." Desah nafas kami makin tak beraturan.

Sambil terus kujilati 'kacang basah' Marisa, kulihat Rendi mengubah posisi. kontolnya yang melengkung itu ia sodorkan ke mulut Marisa. Dan Marisa pun menyambutnya dengan antusias.

"Ouhh.. Ups.." Pelan dan pasti kontol Rendi keluar masuk dari mulut Marisa.. Terkadang Marisa melahapnya hingga hampir mengenai telurnya.
"Ohh.." Kudengar erangan Rendi menahan kenikmatan dari mulut yang selama ini ia bayangkan. Sementara aku sendiri juga mengubah posisi, kontolku yang sudah tegak kucoba untuk kumasukkan ke dalam tempat 'kacang basah' Marisa.
"Aauuww.. Ohh.. Auww" Marisa berteriak tertahan menahan kenikmatan kontolku, namun tertahan suaranya oleh kontol Rendi yang sedang maju mundur.

Kulihat wajah pacarku ini benar-benar cantik dan menggairahkan dengan dua buah kontol yang sedang memasuki lubang atas dan bawahnya. Kugerakkan kontolku maju mundur mengikuti gerakan Rendi yang juga maju mundur dalam mulut Marisa.

"Ohh.. Ua.. Uuaoww" berbagai suara-suara tertahan serta desahan nafas memecah kesunyian malam itu.

Setelah berlangsung selama 10 menit, kemudian Rendi menoleh ke arahku, meski ia tak bicara tapi aku mengerti kalau ia minta ijin kepadaku untuk tukar posisi, karena ia ingin merasakan juga nikmatnya 'kacang basah' Marisa. Kami pun bertukar tempat. kontol Rendi di bawah, sedangkan kontolku di mulut Marisa.

"Ouhh.. Ohh.." kontolku maju mundur dalam mulut Marisa, kadang kepalanya ia jilat, kadang batangnya bahkan kadang seluruhnya ia telan.
"Ouhh enak sekali Ris.. Punya kamu masih seret.. Ohh" Terdengar Rendi meracau merasakan nikmatnya memek Marisa.
"Ris, kamu makin cantik sekali, dengan wajah penuh permen gitu.. Ohh" matanya melotot kugodain seperti itu, tapi makin tambah nikmat.
"Ohh Ris.. Dada kamu montok sekali.. Ohh"
"Ahh.. Kamu menggairahkan sekali Ris.."
"Auh.. Ohh" sensasi yang kami rasakan makin menjadi.

Mata Marisa berkejap-kejap tanda ia sudah mau mencapai orgasme, aku hapal betul tanda-tanda ini karena aku sering bermain cinta dengan Marisa.

"Ohh.. Ohh.." Di saat yang sama akupun juga merasakan hal serupa, akhirnya kutumpahkan seluruh lahar panasku kemulutnya. Crutt.. Crutt..
"Ups.. Ohh.."

Mulut Marisa belepotan oleh cairan lahar panasku. Sebagian ia telan karena ia mempercayai akan membuatnya awet muda. Sedangkan Rendi masih terus memompa, tapi kulihat ia pun hampir mengeluarkan lahar panasnya.

"Ohh.. Huu.. Ohhghh.."

Cret.. Cret.. Crret.. Tumpahlah lahar panas Rendi yang ia keluarkan di perut Marisa, sengaja ia tidak mau mengeluarkan di dalam karena takut resiko pada kehamilan Marisa, meski sebenarnya Marisa sudah meminum obat anti hamil.

Kami bertiga kemudian tergeletak lemas, namun puas setelah mencapai puncak bersama-sama. Karena Marisa di rumah sendirian, maka semalam kami terus berpesta. Kadang aku dengan Marisa, kadang Rendi dengan Marisa, kadang juga bertiga. Tapi yang pasti aku tidak dengan Rendi karena aku masih waras bukan gay. Dan kulihat Marisa sangat menyukai permainan ini.


Sejak saat itu hubunganku dengan Marisa semakin mesra, tanpa ada rasa cemburu tapi semakin cinta. Dan rencananya kami juga akan segera menikah. Sedangkan petualangan kami terus berlanjut yang mungkin di lain waktu kuceritakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar