Cerita seks Montir ngentot Kimcil cantik bikin Orgasme Berkali-kali - Cerita ngentot yang saya
ingin katakan ini termasuk juga dalam narasi sex perkosaan serta narasi pesta
sex. Hari itu, sekitaran jam tiga sore saya berbarengan saudaraku, Vina barusan
hingga di tempat tinggalnya sesudah berjalan-jalan di mall. 1/2 jam kami di
sana nonton VCD hingga pacarnya yang bernama Lexington datang. Memanglah sih
hari itu saya bermain kesini supaya dapat sekalian sorenya mengambil mobilku
yang tengah di service teratur di satu bengkel di daerah Jakarta Timur yang
kebetulan tidaklah terlalu jauh dari tempat tinggal Vina.
Cerita seks Montir ngentot Kimcil cantik bikin Orgasme Berkali-kali |
Cocok sekali waktu itu
Lexington datang untuk nge-date jadi saya dapat turut menumpang diantar ke
bengkel itu. Kamipun pergi dari tempat tinggalnya dengan mobil BMW-nya
Lexington. Meskipun tidaklah terlalu jauh tetapi kami sedikit terjerat macet
lantaran waktu itu jam bubaran. Yang kukhawatirkan yaitu takutnya bengkelnya
keburu tutup, bila demikian kan saya harus mesti tetaplah menumpang pada
Lexington walau sebenarnya mereka ingin pergi nonton serta saya tidak ingin
mengganggu kebersamaan mereka. Pada akhirnya tiba juga kami di bengkel itu pas
saat bakal tutup.
“Wah…udah mau tutup tuh
Ci, mendingan cepetan lari turun, siapa tau masih keburu” kata Vina.
“Tanyain dulu Ci, kita
tunggu lu di sini, kalau ternyata belum bisa ambil lu ikut kita jalan aja”
Lexington memberi saran.
Akupun segera turun dan
setengah berlari ke arah pegawai yang sedang mendorong pintu.
“Mas…mas tunggu, jangan
ditutup dulu, saya mau ngambil mobil saya yang Hyundai warna merah yang dititip
kemarin Selasa itu loh !” kataku dengan terburu-buru.
“Tapi kita udah mau
tutup non, kalau mau besok balik aja lagi” katanya
“Ayo dong, mas katanya
di telepon tadi udah bisa diambil, tolong dong bentar aja yah, saya sudah
kesini jauh-jauh nih !” desakku
“Ada apa nih, Kos, kok
malah ngobrol” kata seorang pria yang muncul dari samping belakangnya.
Kebetulan sekali pria
itu adalah montir yang menangani mobilku ketika aku membawa mobil itu ke sini,
orangnya tinggi dan agak gemuk dengan rambut gaya tentara, usianya sekitar awal
empat puluh, belakangan kuketahui bernama Fauzan, agaknya dia tergolong montir
yang cukup senior di sini.
Akupun lalu mengutarakan
maksud kedatanganku ke sini untuk mengambil mobilku itu padanya. Awalnya sih
dia juga menyuruhku kembali lagi besok karena bengkel sudah tutup, tapi karena
terus kubujuk dan kujanjikan bonus uang rokok akhirnya dia menyerah juga dan
mempersilakanku masuk menunggu di dalam. Sebenarnya sih kalau bengkelnya dekat
dengan rumahku aku juga bisa saja kembali besok, tapi masalahnya letak tempat
ini cukup jauh dari rumahku dan macet pula, kan BT banget kalau harus dua kali
jalan. Aku melambaikan tangan ke arah Vina dan Lexington yang menunggu di mobil
pertanda masalah sudah beres dan mereka boleh pergi, merekapun membalas
lambaianku dan mobil itu berjalan meninggalkanku. Om Peter menjelaskan padaku
tentang kondisi mobilku, dia bilang bahwa semuanya ok-ok saja, kecuali ada
sebuah onderdil di bagian bawah mobil yang sebentar lagi tidak layak pakai
karena sudah banyak berkarat (sory…aku tidak mengerti otomotif selain
menggunakannya, sampai lupa nama onderdil itu). Karena memikirkan kenyamanan
jangka panjang, aku menanyakan kalau bagian itu diganti sekarang memakan waktu
lama tidak, ongkos sih tidak masalah. Setelah berpikir sesaat dia pun
mengiyakannya dan menyuruhku duduk menunggu.
Sejumlah pegawai dan
kasir wanita sudah berjalan ke pintu keluar meninggalkan tempat ini. Di ruangan
yang cukup luas ini tinggallah aku dengan Om Peter serta beberapa montir yang
sedang menyelesaikan pekerjaan yang tanggung. Seluruhnya ada empat orang di
ruangan ini termasuk aku yang satu-satunya wanita.
“Masih banyak kerjaannya
ya Mas ?” tanyaku iseng-iseng pada montir Xander di dekatku yang sedang
mengotak-atik mesin depan sebuah Kijang.
“Dikit lagi kok Non,
makannya mending diselesaikan sekarang biar besoknya lebih santai” jawabnya
sambil terus bekerja.
Tidak jauh dari tempat
dudukku Om Peter sedang berjongkok di sebelah mobilku dan di sebelahnya seorang
rekannya yang cuma kelihatan kakinya sedang berbaring mengerjakan perkerjaannya
di kolong mobil. Ternyata pekerjaan itu lama juga selesainya, seperempat jam
sudah aku menunggu. Melihat situasi seperti ini, timbullah pikiran isengku
untuk menggoda mereka. Hari itu aku memakai kaos ketat oranye berlengan panjang
yang dadanya agak rendah, lekuk tubuhku tercetak oleh pakaian seperti itu, bawahnya
aku memakai rok hitam yang menggantung beberapa senti di atas lutut. Maka
bukanlah hal yang aneh kalau para pria itu di tengah kesibukannya sering
mencuri-curi pandang ke arahku, apalagi sesekali aku sengaja menyilangkan
kakiku.
Aku berjalan ke arah mobilku
dan bertanya pada Om Peter:
“Masih lama ya Pak ?”
“Hampir Non, ini yang
susah tuh melepas yang lamanya, habis sudah berkarat, sebenarnya sih pasangnya
gampang saja, bentar lagi juga beres kok”
“Perlu saya bantuin gak
? Bosen daritadi nunggu terus” tanyaku sambil dengan sengaja berjongkok di
hadapannya dengan lutut kiri bertumpu di lantai sehingga otomatis paha putih
mulusku tersingkap kemana-mana dan celana dalam merahku juga terlihat jelas
olehnya.
Dia terlihat gugup dan
matanya tertumbuk ke bawah rokku yang kelihatan karena posisi jongkokku. Aku
yakin burungnya pasti sudah terbangun dan memberontak ingin lepas dari
sangkarnya. Namun aku bersikap biasa saja seolah tidak mengetahui sedang
diintip.
“Oohh…ngga….ngga kok
Non” jawabnya terbata-bata.
“Hhoii…obeng kembang
dong” sahut montir yang dari dalam sambil mendorong kursi berbaringnya keluar
dari kolong.
Begitu keluar diapun
ikut terperangah dengan pemandangan indah di atas wajahnya itu. Keduanya
bengong menatapku tanpa berkedip
“Kenapa ? kok bengong ?
liatin apa hayo…?” godaku dengan tersenyum nakal.
Kemudian kuraih tangan
si montir yang sedang berbaring itu dan kuletakkan di paha mulusku, memang sih
tangannya kotor karena sedang bekerja tapi saat itu sudah tidak terpikir hal
itu lagi. Tanpa harus disuruh lagi tangan kasar itu sudah bergerak dengan
sendirinya mengelus pahaku hingga sampai di pangkalnya, disana dia tekankan dua
jarinya di bagian tengah kemaluanku yang masih tertutup CD.
“Ooohhh…” desahku
merasakan remasan pada kemaluanku.
Om Peter menyuruhku
berdiri dan didekapnya tubuhku serta langsung menempelkan bibirnya yang tebal
dan kasar pada bibir mungilku. Tangannya mengangkat rokku dan menyusup ke dalam
celana dalamku. Temannya tidak mau ketinggalan, setelah dia mengelap tangannya
dia dekap aku dari belakang dan mulai menciumi leher jenjangku, hembusan nafas
dan lidahnya yang menggelikitik membuat birahiku semakin naik. Payudaraku yang
masih tertutup baju diremasi dari belakang, tak lama kemudian kaos Mango-ku
beserta bra-ku sudah disingkap ke atas. Kedua belah payudaraku digerayangi
dengan gemas, putingnya terasa makin mengeras karena terus dipencet-pencet dan
dipilin-pilin.
“Hei, ngapain tuh, kok
ga ngajak-ngajak !” seru si montir Xander yang memergoki kami sedang
berasyik-masyuk.
Montir di belakangku
melambai dan memanggil si Xander untuk ikut menikmati tubuhku. Si Xander pun
dengan girang menghampiri kami sambil mempreteli kancing baju montirnya, kurang
dari selangkah di dekatku dia membuka seluruh pakaiannya.
Wow…bodynya padat berisi
dengan dada bidang berbulu dan bulunya turun saling menyambung dengan bulu
kemaluannya. Dan yang lebih membuatku terpesona adalah bagian yang mengacung
tegak di bawah perutnya, pasti tak terlukiskan rasanya ditusuk benda sebesar
pisang raja itu, warnanya hitam dengan kepala penis kemerahan. Dia berjongkok
di depanku dan memelorotkan rok dan celana dalamku.
“Wah, asyik jembutnya
item lebat banget, gua paling suka memek kaya gini” si Xander mengomentari
vaginaku.
Om Peter dan temannya
pun mulai melepasi pakaiannya masing-masing hingga bugil. Terlihatlah
batang-batang mereka yang sudah menegang, namun aku tetap lebih suka milik si
Xander karena nampak lebih menggairahkan, milik Om Peter juga besar dan berisi,
namun tidak terlalu berurat dan sekeras si Xander, sedangkan punya temannya
lumayan panjang, tapi biasa saja, standarnya pribumi Indonesialah. Aku sendiri
tinggal memakai kaos ketat dan bra-ku yang sudah tersingkap.
Kaki kiriku diangkat ke
bahu si Xander yang berjongkok sambil melumat vaginaku. Teman Om Peter yang
dipanggil ‘Jhonny’ itu menopang tubuhku dengan mendekap dari belakang,
tangannya terus beraktivitas meremas payudara dan pantatku sambil memainkan
lidahnya di lubang telingaku. Om Peter sendiri kini sedang menetek dari
payudara kananku. Aku menggelinjang dahsyat dan mendesah tak karuan diserbu
dari berbagai arah seperti itu. Tanganku menggenggam penis Om Peter dan
mengocoknya perlahan.
“Oookkhh…jangan terlalu
keras” rintihku sambil meringis ketika Om Peter dengan gemas menggigiti
putingku dan menariknya dengan mulut, secara refleks tanganku menjambak pelan
rambutnya.
Sementara si Xander di
bawah sana menyedoti dalam-dalam vaginaku seolah mau ditelan. Dia memasukkan
lidahnya ke dalam vaginaku sehingga memberi sensasi geli yang luar biasa
padaku, klitorisku juga dia gigit pelan dan digelikitik dengan lidahnya.
Pokoknya sangat sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa nikmatnya saat itu,
jauh lebih nikmat dari mabuk anggur manis. Aku menengokkan wajah ke samping
untuk menyambut Jhonny yang mau melumat mulutku. Lihai juga dia berciuman,
lidahnya menjilati lidahku dan menelusuri rongga mulutku, nafasku seperti mau
habis rasanya.
Kemudian mereka
membaringkanku di kursi untuk berbaring di kolong mobil itu (whateverlah
namanya aku tidak tahu nama barang itu ^_^. Jhonny langsung mengambil posisi di
selangkanganku, tapi segera dicegah oleh Om Peter yang menginginkan jatah
lubang lebih dulu. Setelah dibujuk-bujuk Jhonny pun akhirnya mengalah dari Om
Peter yang lebih senior itu. Sebagai gantinya dia mengambil posisi di dekat
kepalaku dan menyodorkan penisnya padaku. Kumulai dengan menjilati batang itu
hingga basah, lalu buah zakarnya kuemut-emut sambil mengocok batangnya.
Walaupun agak bau tapi aku sangat menikmati oral seks itu, aku senang
membuatnya mengerang nikmat ketika kujilati lubang kencing dan kepala penisnya.
Om Peter yang sudah selesai dengan pemanasan dengan menggesekkan penisnya pada
bibir vaginaku kini sudah mengarahkan penisnya ke liang senggamaku. Aku
menjerit kecit ketika benda itu menyeruak masuk dengan sedikit kasar,
selanjutnya dia menggenjotku dengan gerakan buas. Aku meresapi setiap detil
kenikmatan yang sedang menyelubungi tubuhku, semakin bersemangat pula aku
mengemut penis si Jhonny, kumainkan lidahku di sekujur penis itu untuk menambah
kenikmatan pemiliknya. Dia mengerang keenakan atas perlakuanku yang memanjakan
‘adik kecil’nya. Rambutku diremas-remas sambil berkata :
“Oooh…terus Non, enak
banget….yahhh !”
Tanganku yang lain tidak
tinggal diam ikut mengocok punya si Xander yang pada saat yang sama sedang
melumat payudaraku. Dia sangat menikmati setiap jengkal payudaraku, dia
menghisapnya kuat-kuat diselingi gigitan-gigitan yang meninggalkan jejak merah
di kulitnya yang putih. Sungguh kagum aku dengan penisnya dalam genggamanku,
yang benar-benar keras dan perkasa membuatku tidak sabar ingin segera
mencicipinya. Maka aku melepaskan emutanku pada penis Jhonny dan berkata pada
si Xander :
“Sini dong Mas, gua mau
nyepong kontolnya !”
Si Xander langsung
menggantikan Jhonny dan menyodorkan penisnya padaku. Hmm…inilah yang
kutunggu-tunggu, aku langsung membuka lebar-lebar mulutku untuk memasukkan
benda itu. Tentu saja tidak muat seluruhnya di mulut mungilku malah terasa
sesak. Si Jhonny menggosok-gosokkan penisnya yang basah ke wajahku. Sambil
dioral, tangan si Xander yang kasar dan berbulu itu meremasi payudaraku dengan
brutal. Di sisi lain, Om Peter melepaskan sepatu bersol tinggi yang kupakai,
lalu menaikkan kedua tungkaiku ke bahu kirinya, sambil menggenjot dia juga
menjilati betisku yang mulus. Aku benar-benar terbuai oleh kenikmatan main
keroyok seperti ini.
Tiba-tiba kami terhenti
sejenak karena terdengar suara pintu di buka dari dalam dan keluarlah seorang
yang hanya memakai singlet dan celana pendek, tubuhnya agak kurus dan berusia
sepantaran dengan Om Peter dengan jenggot seperti kambing. Aku mencoba
mengingat-ingat orang ini, sepertinya pernah lihat sebelumnya, ooohh…iya itu
kan montir yang mendengar dan mencatat masalah yang kuceritakan tentang mobilku
ketika aku membawanya ke sini. Sepertinya dia baru mandi karena rambutnya masih
basah dan acak-acakan. Sebelumnya dia agak terperanjat dengan apa yang dia
lihat tapi kemudian dia mendekati kami
“Weleh-weleh…gua sibuk
cuci baju di belakang, lu-lu malah pada enak-enakan ngentot” katanya “lho, ini
kan si Non cantik yang mobilnya diservis itu !”
“Udah jangan banyak
omong, mau ikutan ga !” kata si Xander padanya
Buru-buru si montir yang
bernama Joni itu melepaskan celananya dan kulihat penisnya bagus juga
bentuknya, besar dengan otot yang melingkar-lingkar. Tiga saja belum selesai
sudah datang satu lagi, tambah berat deh PR gua, demikian kataku dalam hati.
Pak Joni mengambil posisi di sebelah kananku, tangannya menjelajah kemana-mana
seakan takut tidak kebagian tempat. Payudara kananku dibetot dan dilumat
olehnya sampai terasa nyeri. Aku mengerang sejadi-jadinya antara kesakitan dan
kenikmatan, semakin lama semakin liar dan tak terkendali.
Om Peter dibawah sana
makin mempercepat frekuensi genjotannya pada vaginaku. Lama-lama aku tidak
sanggup lagi menahan cairan cintaku yang semakin membanjir. Di ambang puncak
aku semakin berkelejotan dan tanganku semakin kencang mengocok dua batang penis
di genggamanku yaitu milik Pak Joni dan Bang Jhonny. Jhonny juga menggeram
makin keras dan crot…crot…cairan putih kentalnya menyemprot dan berceceran di
wajah dan rambutku. Sementara otot-otot kemaluanku berkontraksi makin cepat dan
cairan cintaku pun tak terbendung lagi. Aku telah mencapai puncak, tubuhku
mengejang hebat diiringi erangan panjang dari mulutku, tapi dia masih terus
menggenjotku hingga tubuhku melemas kembali. Setelah dia cabut penisnya,
diturunkannya juga kakiku.
“Gantian tuh, siapa mau
memek ?” katanya
Si Xander langsung
menggantikan posisinya, sebelumnya dia menjilati dan menyedot cairan vaginaku
dengan rakus bagaikan menyantap semangka. Om Peter menaiki dadaku dan
menjepitkan penisnya yang sudah licin diantara payudaraku. Dia
memaju-mundurkannya seperti yang dia lakukan terhadap vaginaku, tidak sampai
lima menit, spermanya muncrat ke muka dan dadaku, kaosku yang tergulung juga
ikut kecipratan cairan itu. Om Peter mengelap spermanya yang berceceran di
dadaku sampai merata sehingga payudaraku nampak mengkilap oleh cairan itu.
Kujilati sperma di sekitar bibirku dengan memutar lidah.
Si Xander minta ganti
gaya, kali ini dia berbaring di kursi montir. Tanpa diperintah aku menurunkan
tubuhnya sambil membuka lebar liang senggamaku dengan jari. Tanganku yang lain
membimbing batang itu memasuki liang itu. Aku menggigit bibir dan mendesis saat
penis itu mulai tertancap di vaginaku. Hingga akhirnya seluruh batang itu
tertelan oleh liang surgaku, rasanya sangat sesak dan sedikit nyeri dijejali
benda sekeras dan sebesar itu, aku dapat merasakan urat-uratnya yang menonjol
itu bergesekan dengan dinding vaginaku. Aku belum sempat beradaptasi, dia sudah
menyentakkan pinggulnya ke atas, secara refleks aku menjerit kecil. Sekali lagi
dia sentakkan pinggulnya ke atas sampai akupun ikut menggoyangkan tubuhku
naik-turun. Mataku merem-melek dan kadang-kadang tubuhku meliuk-liuk saking
nikmatnya. Kuraih penis Pak Joni di sebelah kiriku dan kukulum dengan bernafsu,
begitu juga dengan penis Om Peter, batang yang sedang kelelahan itu
kukocok-kocok agar bertenaga lagi, sisa-sisa spermanya kujilati hingga bersih.
Kurasakan ada dua jari memasuki anusku, mengoreki lalu bergerak keluar-masuk di
sana, aku menengok ke belakang ternyata pelakunya Bang Jhonny yang entah kapan
sudah di belakangku.
Mungkin karena ketagihan
dikaraoke olehku, Pak Joni memegangi kepalaku dan menekannya pada
selangkangannya, lalu dia maju-mundurkan pinggulnya seperti sedang bersenggama.
Aku sempat gelagapan dibuatnya, kepala penis itu pernah menyentuh tekakku
sampai hampir tersedak. Namun hal itu tidak mengurangi keaktifanku menggoyang
tubuhku dan mengocok penis Om Peter dengan tangan kiriku. Payudaraku yang ikut
bergoyang naik-turun tidak pernah sepi dari jamahan tangan-tangan kasar mereka.
Sepertinya Bang Jhonny mau main belakang karena dia melebarkan duburku dengan
jarinya dan sejenak kemudian aku merasakan benda tumpul yang tak lain kepala
penisnya melesak masuk ke dalamnya. Ketiga lubang senggamaku penuh sudah terisi
oleh tiga penis. Penis Pak Joni dalam mulutku makin bergetar dan pemiliknya pun
makin gencar menyodok-nyodokkannya pada mulutku hingga akhirnya menyemprotkan
spermanya di mulutku. Belum habis semprotannya dia menarik keluar benda itu
(thank god, akhirnya bisa menghirup udara segar lagi) sehingga sisanya
menyemprot ke wajahku, wajahku yang sudah basah oleh sperma Bang Jhonny dan Om
Peter jadi tambah belepotan oleh spermanya yang lebih kental dari milik dua
orang sebelumnya.
“Aahh…aahh…dikit lagi
Bang !” desahku karena sudah akan klimaks lagi
Cairan cinta terasa
terus mengucur membasahi rongga-rongga kemaluanku bersamaan dengan penis si
Xander yang terasa makin membengkak dan sodokannya yang makin gencar.
Otot-ototku menegang dan desahan panjang keluar dari mulutku akibat orgasme
panjang bersama si Xander. Cairan hangat dan kental menyemprot hampir semenit
lamanya di dalam lubang vaginaku. Akhirnya tubuhku kembali melemas dan jatuh
telungkup di atas dada yang bidang berbulu itu dengan penis masih menancap,
sementara dari belakang Bang Jhonny masih getol menyodomiku tanpa mempedulikan
kondisiku sampai dia menumpahkan spermanya di anusku lima menit kemudian.
Setelah beristirahat lima menit, Om Peter mengangkat tubuhku diatas kedua tangannya
dan membawaku ke ruangan lain yang adalah tempat pencucian mobil bersama
teman-temannya.
“Eh, mau ngapain lagi
kita nih Pak ?” tanyaku heran
“Kita mau mencuci Non
dulu soalnya sudah lengket dan bau peju sih” jawabnya sambil nyengir, kemudian
memerintah si Xander untuk menyiapkan selang air.
Pelan-pelan dia turunkan
aku, tapi aku masih belum sanggup berdiri karena masih lemas sekali, jadi aku
hanya duduk bersimpuh saja di lantai marmer itu.
“Bajunya dilepas aja Non
biar nggak basah” katanya sambil membantuku melepaskan kaosku yang tergulung.
Aku kini telah telanjang
bulat, hanya jam tangan, anting, dan seuntai kalung perak dengan leontin huruf
C yang masih tersisa di tubuhku. Si Xander menyalakan krannya dan mengarahkan
selang itu padaku.
“Awww…dingin !” desahku
manja merasakan dinginnya air yang menyemprot padaku
Pak Joni melepaskan
singletnya dan bersama dua orang lainnya mendekati tubuhku yang masih disemprot
si Xander, ketiganya mengerubungi tubuhku sambil tertawa-tawa. Aku lalu
diberdirikan dan didekap mereka, tangan-tangan mereka menggosoki tubuhku untuk
membasuh ceceran sperma yang lengket di sekujur tubuhku seperti sedang memolesi
mobil dengan cairan pembersih.
Beberapa menit lamanya
si Xander menyirami kami dengan air dingin sehingga tubuh kami basah kuyup.
Sesudah itu dia juga ikut bergabung menggerayangiku. Pak Joni mendekapku dari
depan, setelah puas menciumi dan meremas payudaraku dia menaikkan kaki kananku
ke pingggangnya dan memasukkan penisnya ke vaginaku, mereka mengerjaiku dalam
posisi berdiri. Om Peter merangkulku dari belakang dan tak henti-hentinya
mencupangi pundak, leher dan tengukku. Bang Jhonny berjongkok meremasi dan
menjilati pantat montokku yang terangkat dengan gemasnya. Si Xander
menggerayangi payudaraku yang lain sambil menggelikitik telingaku dengan
lidahnya. Desahan nikmatku terdengar memenuhi ruangan itu. Beberapa menit
kemudian Pak Joni klimaks dan menumpahkan spermanya di dalam vaginaku. Ini
masih belum berakhir, karena setelahnya tubuhku mereka telentangkan di atas kap
depan sebuah sedan berwarna silver metalik dan kembali aku disemprot dengan
selang air hingga semakin basah.
Bang Jhonny
membentangkan pahaku dan menancapkan penisnya ke vaginaku. Mungkin karena sudah
terisi penuh, maka ketika penis itu melesak ke dalamku, nampak sperma kental
itu meluap keluar dari sela-sela bibir vaginaku. Aku kembali orgasme yang
kesekian kalinya, tubuhku menggelinjang di atas kap mobil itu. Kemudian tak
lama kemudian dia pun mencabut penisnya dan menumpahkan isinya di atas perut
rataku. Akhirnya selesai juga mereka mengerjaiku, aku terbaring lemas diatas
kap, rasanya pegal sekali dan sedikit kedinginan karena basah. Mereka juga
sudah kecapean semua, ada yang duduk mengatur nafas, ada juga yang mengelap
badannya yang basah. Om Peter memberiku sebuah Aqua gelas dan handuk kering.
Aku menggerakkan tangan menghanduki tubuhku yang basah. Setelah Om Peter dan
Bang Jhonny selesai memasang onderdil yang tertunda, selesai pula perbaikan
mobilku. Aku membayarkan biayanya pada Om Peter yang ternyata masih saudara
dengan pemilik bengkel ini, pantas daritadi montir lain tunduk padanya. Aku
juga memberi tambahan sepuluh ribu rupiah sebagai uang rokok untuk dibagi
antara mereka berempat. Sampai di rumah aku langsung tidur dengan tubuh
pegal-pegal, janji ke kafe dengan teman-teman pun terpaksa kubatalkan dengan
alasan tidak enak badan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar